Program Ketahanan Pangan pada Kampung Astra Ksetra Diduga jadi ajang KKN

Tulang Bawang – Pelaksanaan program ketahanan pangan pada Kampung Astra Ksetra Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, Tahun anggaran 2022 diduga jadi ajang KKN oleh kepala kampung dan oknum aparatur kampung, pasalnya dari dana yang telah di realisasikan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Kamis (30/03/2023).
Di ketahui anggaran dana ketahanan pangan kampung Astra Ksetra sebesar RP. 158.xxx.xxx,- yang di peruntukan untuk dua kegiatan yakni Bantuan Perikanan (bibit Lele dan Pakan), dan Pengadaan bibit tanaman Pertanian (bibit Nangka).
Setelah ditelusuri ternyata untuk bibit ikan lele hanya dibagikan kepada sekitar 10 sampai 15 kepala keluarga dari 4 dusun yang ada yang mana masing-masing mendapat bagian 1.000 ekor ditambah pakan yang ditaksir totalnya senilai Rp1.500.000.
Seperti yang disampaikan salah satu penerima bantuan warga Dusun III, ” Ya pak kami dapet bantuan bibit lele dari kampung, itu juga karena sudah nelpon orang balai kampung maka dapetlah, katanya sih seribu ekor masing-masing penerima, kami juga gak ngitung terus ada tambahan pakan empat sak yang total semuanya sih katanya satu juta lima ratus, tapi nanti harus dikembalikan lagi modalnya kekampung biar bisa bergiliran dengan warga lain,” Ungkapnya kepada wartawan (28/3).
“Dengar-dengar sih ada yang sudah ngembalikan ke kampung karena gak tahan dan gak hasil juga katanya, tapi gak tau jelas juga pak siapa”, Tambahnya.
Namun anehnya, bibit ikan lele yang telah diberikan kepada masyarakat itu sewaktu-waktu harus dikembali ke kampung lagi dalam bentuk uang yang dimaksudkan untuk bergilir diberikan kepada masyarakat lainnya. Hal itu membuat masyarakat ragu dan khawatir bibit lele yang telah mereka terima akan diminta kembali karena bantuan bersifat tidak pasti.
Lebih anehnya lagi kembali muncul setelah mendapat mendengar penjelasan dari ketua BPK (Badan Permusyawaratan Kampung) yang menjelaskan pada bahwa bibit ikan lele itu seluruhnya 50.000 ekor.
“Ya bibit ikan lele itu dibagikan kepada 20 Kepala keluarga masing-masing seribu ekor dengan pakannya juga dan yang tiga puluh ribu ditebar dikolam warga sini yang ngelola kampung tapi gak hasil habis kena banjirkan, ya karena daerah rawa kolamnya jadi meluap.”tutur Roli Ketua BPK.
Ditempat terpisah seorang warga kampung setempat yang tidak mendapat bantuan bibit lele yang enggan disebutkan namanya saat dimintai pendapat terkait polemik yang terjadi, menurut Nya wajar pada ngeluh karena itu merupakan bantuan dari dana desa dan kalau benar untuk bergiliran ke warga lainnya mengapa hanya 20.000 ekor saja yang dibagikan kepada warga sedangkan yang 30.000 ekor ditebar dikolam yang tidak jelas pemilik dan pengelolanya.
“Wajarlah warga jadi gak serius dan ngeluh karena harus dikembalikan lagi ke kampung itukan bantuan dari DD, kalau karena biar bergiliran dengan warga lain yang ingin budidaya juga kenapa hanya dua puluh ribu ekor saja yang dibagikan ke warga tapi yang lebih banyak tiga puluh ribu malah ditebar gak jelas kolam warga mana dan gak jelas juga bagaimana hasil dan sapa yang ngurusnya.” Cetusnya.
Lain waktu ketika disambangi kekolam yang dimaksudkan ketua BPK, kebetulan ada warga kampung yang kebetulan lewat disekitar lokasi sempat ditanyai menyebut kolam itu bukan milik warga kampung Astra Kesetra melainkan milik pak Zainal orang Gunung Batin dan sepengetahuannya tidak pernah kena banjir pada tahun lalu. Sangat nampak pula terlihat kondisi kolam itu baik tanggulnya layaknya sebuah kolam pemancingan.
“Bukan pak, kolam punya orang Gunung Batin pak Zainal, gak pernah sih kena banjir tahun lalu setau kami”, ucap warga itu.
Untuk kegiatan pengadaan bibit nangka juga jelas terindikasi adanya KKN berjamaah karena di lihat dari jumlah bibit yang di beli tidak sesuai dengan mata anggaran yang ada.
Dugaan itu lebih menguat setelah mendapat penjelasan dari kepala kampung setempat Oni Hadi Indarto bahwa bahwa bibit tersebut dibeli pada pedagang bibit keliling.
“Ya kami beli pada penjual yang ngider dan kami pesan, namanya kami beli melalui penjual keliling naik motor”, ujarnya.
Saat ditanyakan terkait satuan harganya ia tidak dapat memastikan berapa namun ia menyebutkan harganya kisaran lima ribu.
“Berapa ya, lima ribu apa berapa ya… saya lupa..(…reed), seketika sekdes Wahyu menjawab sepuluh ribu,” timpalnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan yang mengelolanya TPK, yang belanjanya orang cuman yang pesannya saya ada sekitar seratus batang bibitnya,” ujar kepala kampung.
Setelah di telusuri ternyata jumlah bibit nangka yang di tanam bukan seratus tapi hanya 20 batang saja dan terlihat hanya nampak 8 batang aja yang hidup. Kuat dugaan ada unsur KKN berjamaah yang di lakukan oleh kakam beserta oknum aparatur kampung. (Feri)